Photo : Rupa Bule
"Menapak kilas
balik perjalanan tato di Yogyakarta, kita akan menemukan jejak para seniman
tato, tertinggalah sebuah tilas kaki oleh seorang bernama Heru, akrap dengan
sapaan Pak Heru atau Heru Tattoo"
Jika kita menarik linimasa 5
tahun-an, diawali dari 1991-1995, 1996-2000, 2000-2005, dan seterusnya, maka
kita akan bertemu Pak Heru di garis 95, anggap saja generasi pertama, dengan
begitu beliau telah berkiprah 19 tahun lama-nya. Bob Sick pernah bilang bahwa
"butuh waktu minimal 10 tahun untuk melewati proses berkarya, itulah waktu
yang harus di bayar untuk sebuah konsistensi". Jadi, Pak Heru adalah sosok
yang sudah matang dalam dunia pertatoan, beliau layak untuk disebut senior,
meskipun dalam praktik-nya dia enggan dihormati lantaran jam terbang, karya
adalah yang utama. Whatever, buktinya sampai kini nama Pak Heru tetap eksis.
Pak Heru adalah sosok yang sederhana, terjaga di studio dengan
mengenakan kaos oblong, sendal jepit, kerap kali malah tanpa alas kaki. Dia
benar mewakili sosok seniman Jogja, gaya bicara santun, dan mudah mengucapkan
rasa tidak enak (maaf). Disela jadwal padat-nya ia menyempatkan diri untuk
mensupport rekan-rekan, misal ada yang minta di bantu dalam pameran, pergelaran
musik, ataupun kegiatan kesenian lainnya.
Ringkasnya Pak Heru adalah sosok yang disegani dan dihormati.
Pak Heru dengan tulus mengaku bahwa dia tidak pandai berbicara,
apalagi bikin cerita menarik, namun jika kita melontarkan suatu pertanyaan ia
segera menjawab dengan ringkas dan berisi. Ada sedikit cerita dari beliau, ia
mengaku semenjak tahun 1995 sampai sekarang ia menggais rejeki dari mentato,
alasan dia mentato-pun simpel, ya hanya karena suka. Suatu hari jika kita menyempatkan
waktu berbincang, justru Pak Heru jarang sekali membahas babagan kesenian,
misalpun terlanjur dia hanya menyatakan rasa kagum terhadap karya seni
teman-teman, terdengar ucapnya "karya si x edan ya...mantap"
tak pernah spesifik membahas teknis maupun estetika. Dulu sebelum era 2000,
client tato-nya kebanyakan para preman, pecandu narkoba, orang-orang yang sengaja merusak adat, tahun itu tato
benar-benar tabu, kebanyakan orang ditato lantaran ingin terlihat lebih sangar,
tato untuk menakut-nakuti orang. Pak Heru memang menato siapa saja yang ingin
ditato, tak peduli siapa dan apa latar belakang mereka, beliau benar-benar suka
dan hanya ingin terus mentato. Tumbuh dan besar dijalanan, khusus-nya sepanjang
jalur malioboro, uniknya Pak Heru tak pernah membuka praktek tato di emperan malioboro,
sejak dulu ia selalu mengerjakan tato dengan cara indoor ( dirumah ). Pengakuan berikut-nya, beliau hidup secara
total dari tato, dari kerja tato untuk kebutuhan bersama sampai tato untuk
menghidupi, misalkan dari mentato untuk rokok dan minum bersama, sampai
menghidupi keluarga.
Meskipun tidak menonjol Pak Heru juga turut bagian dalam gerakan aktivis
tato era itu, sebuah usaha membongkar stigma negatif. Kala itu di punggawai
oleh rekan-rekan dari beragam kumpulan dengan berbagai cara, sebut saja Athonk
yang memulai membuat club tato ( Java Tato Club ), Yustoni Voluntero bersama
komunitas Taring Padi, kemudian Bob Sick, S Teddy D , Durga, Iwan Wijono, dan
teman-teman lain dengan aktifitas seni rupa, sesekali dengan lapak merchandise,
lalu dengan cara musik ada Digie Sigit bersama Teknoshit, juga tercatat band punk Black Boots yang juga mengeluarkan lagu bertema tato. Disana
Pak Heru turut membantu di banyak kesempatan, tentulah nama Heru Tato tak asing
diantara sekawanan tadi. Bahkan kebanyakan para rekan aktivis rata-rata
memiliki tato buah karya Pak Heru.
Pak Heru menjalin persahabatan dengan Madame Chincilla, Madame
Chincilla adalah seorang berkebangsaan Amerika, dia adalah seniman, sejarawan,
tokoh, tapi lebih di kenal sebagai penulis, buku-bukunya yang terkenal seperti ‘Electric Tattooing By Men’, ‘Electric Tattooing By Woman’, ‘Stewed, Screwed, & Tattooed’ dan
masih banyak lagi. Keduanya saling berkorespondensi seputar aktifitas tato di
jogja, dan sempat tertuang dalam karya tulis Madame.
Masih lagi kita dapat mengenal Pak Heru adalah seorang yang lihai
dalam teknis mentato secara freehand,
minat-nya adalah kustom design bertema Jawa. Beliau adalah adalah seniman tato
dengan client yang paling variatif, dari anak muda bermacam scene, berumur
beragam profesi, turis lokal hingga manca negara. @huhumYK
“Bagaimanapun, Pak
heru tetaplah Pak Heru... sosok sederhana yang telah menapakkan jejak kaki
dalam perjalanan tato di kota Yogyakarta.... barangkali inilah sejarah”
* Artikel ini dimuat di majalah Magic Ink Tattoo Magazine Volume 43
inspiratif,,,salut bwt pak heru,,,
BalasHapuswahh bisa buat inspirasi nihh
BalasHapusklik untuk dapatkan penawaran menarik ke dieng Paket Wisata Dieng