Selasa, 14 Oktober 2014

Cerita Tinta | Heru Tattoo | Jogjakarta

Photo : Rupa Bule

"Menapak kilas balik perjalanan tato di Yogyakarta, kita akan menemukan jejak para seniman tato, tertinggalah sebuah tilas kaki oleh seorang bernama Heru, akrap dengan sapaan Pak Heru atau Heru Tattoo"

Jika kita menarik linimasa 5 tahun-an, diawali dari 1991-1995, 1996-2000, 2000-2005, dan seterusnya, maka kita akan bertemu Pak Heru di garis 95, anggap saja generasi pertama, dengan begitu beliau telah berkiprah 19 tahun lama-nya. Bob Sick pernah bilang bahwa "butuh waktu minimal 10 tahun untuk melewati proses berkarya, itulah waktu yang harus di bayar untuk sebuah konsistensi". Jadi, Pak Heru adalah sosok yang sudah matang dalam dunia pertatoan, beliau layak untuk disebut senior, meskipun dalam praktik-nya dia enggan dihormati lantaran jam terbang, karya adalah yang utama. Whatever, buktinya sampai kini nama Pak Heru tetap eksis.

Pak Heru adalah sosok yang sederhana, terjaga di studio dengan mengenakan kaos oblong, sendal jepit, kerap kali malah tanpa alas kaki. Dia benar mewakili sosok seniman Jogja, gaya bicara santun, dan mudah mengucapkan rasa tidak enak (maaf). Disela jadwal padat-nya ia menyempatkan diri untuk mensupport rekan-rekan, misal ada yang minta di bantu dalam pameran, pergelaran musik, ataupun kegiatan kesenian lainnya.  Ringkasnya Pak Heru adalah sosok yang disegani dan dihormati.

Pak Heru dengan tulus mengaku bahwa dia tidak pandai berbicara, apalagi bikin cerita menarik, namun jika kita melontarkan suatu pertanyaan ia segera menjawab dengan ringkas dan berisi. Ada sedikit cerita dari beliau, ia mengaku semenjak tahun 1995 sampai sekarang ia menggais rejeki dari mentato, alasan dia mentato-pun simpel, ya hanya karena suka. Suatu hari jika kita menyempatkan waktu berbincang, justru Pak Heru jarang sekali membahas babagan kesenian, misalpun terlanjur dia hanya menyatakan rasa kagum terhadap karya seni teman-teman,  terdengar ucapnya "karya si x edan ya...mantap" tak pernah spesifik membahas teknis maupun estetika. Dulu sebelum era 2000, client tato-nya kebanyakan para preman, pecandu narkoba, orang-orang yang  sengaja merusak adat, tahun itu tato benar-benar tabu, kebanyakan orang ditato lantaran ingin terlihat lebih sangar, tato untuk menakut-nakuti orang. Pak Heru memang menato siapa saja yang ingin ditato, tak peduli siapa dan apa latar belakang mereka, beliau benar-benar suka dan hanya ingin terus mentato. Tumbuh dan besar dijalanan, khusus-nya sepanjang jalur malioboro, uniknya Pak Heru tak pernah membuka praktek tato di emperan malioboro, sejak dulu ia selalu mengerjakan tato dengan cara indoor ( dirumah ). Pengakuan berikut-nya, beliau hidup secara total dari tato, dari kerja tato untuk kebutuhan bersama sampai tato untuk menghidupi, misalkan dari mentato untuk rokok dan minum bersama, sampai menghidupi keluarga.

Meskipun tidak menonjol Pak Heru juga turut bagian dalam gerakan aktivis tato era itu, sebuah usaha membongkar stigma negatif. Kala itu di punggawai oleh rekan-rekan dari beragam kumpulan dengan berbagai cara, sebut saja Athonk yang memulai membuat club tato ( Java Tato Club ), Yustoni Voluntero bersama komunitas Taring Padi, kemudian Bob Sick, S Teddy D , Durga, Iwan Wijono, dan teman-teman lain dengan aktifitas seni rupa, sesekali dengan lapak merchandise, lalu dengan cara musik ada Digie Sigit bersama Teknoshit, juga tercatat band punk Black Boots yang  juga mengeluarkan lagu bertema tato. Disana Pak Heru turut membantu di banyak kesempatan, tentulah nama Heru Tato tak asing diantara sekawanan tadi. Bahkan kebanyakan para rekan aktivis rata-rata memiliki tato buah karya Pak Heru.

Pak Heru menjalin persahabatan dengan Madame Chincilla, Madame Chincilla adalah seorang berkebangsaan Amerika, dia adalah seniman, sejarawan, tokoh, tapi lebih di kenal sebagai penulis, buku-bukunya yang terkenal seperti ‘Electric Tattooing By Men’, ‘Electric Tattooing By Woman’, ‘Stewed, Screwed, & Tattooed’ dan masih banyak lagi. Keduanya saling berkorespondensi seputar aktifitas tato di jogja, dan sempat tertuang dalam karya tulis Madame.

Masih lagi kita dapat mengenal Pak Heru adalah seorang yang lihai dalam teknis mentato secara freehand, minat-nya adalah kustom design bertema Jawa. Beliau adalah adalah seniman tato dengan client yang paling variatif, dari anak muda bermacam scene, berumur beragam profesi, turis lokal hingga manca negara. @huhumYK


“Bagaimanapun, Pak heru tetaplah Pak Heru... sosok sederhana yang telah menapakkan jejak kaki dalam perjalanan tato di kota Yogyakarta.... barangkali inilah sejarah” 


* Artikel ini dimuat di majalah Magic Ink Tattoo Magazine Volume 43

2 komentar: