Karena takdir
telah tersebab, dari sebab apapun itu, kenyataan-kenyataan mungkin memang
diawali dari mimpi, kita pernah terbayang-bayang tentang kota gudeg, daerah
kepatihan, tempat berteduh, dengan nuansa lemah lembut, dan sapa ramah. Sejuk, nyaman,
damai, aman, dan tentram. Kota ini memang dikenal seantero Nusantara, rindu-rindu
pernah terselip disana, bagi siapapun yang pernah menapaki kakinya, fase-fase
menjinjing dan memikul, bersama, berkarya dan berbudaya, tidak akan pernah
habis, dan tidak akan pernah habis...wahai....kota kita Yogyakarta.
Kita pernah
bertekenalan di kampus, saling berbincang di acara pameran, bertegur sapa di
gang-gang, tempat wisata dan kost, mengenal cinta pada sapa komunitas, di
butik, dan kedai kopi, pergelaran tari yang mengherankan antara aku dan kamu,
disini kita memang diwajibkan untuk menuntut ilmu, kuliah, datang ke kampus
duduk, dan membaca, mengerjakan tugas yang begitu luhur, karena kita dikenal di kampung-kampung tempat lahir
kita, bahwa kita adalah orang yang terpelajar. Memang sedemikian, Jogja adalah
sebuah penghormatan dan kebanggaan. Setiap waktu dimanapun kita berada, di kota
ini memang kita menemukan pendidikan secara langsung, setiap kabar berita ada di
depan mata kita.
Aku tengok
tahun-tahun kebelakang, hingga menepis ketidakpercayaan, bahwa memang semua
sudah menjadi seperti ini, ternyata kita memang mahasiswa sibuk, mahasiswa yang
sibuk dengan urusan diluar kampus. Rekamlah!! aktivitas satu jengkal langkah
kita menuju ke barat, mereka kawan kita bermusik, mensyairkan lagu-lagu tentang
keberadaan kita, tidak jauh untuk sebuah kritik, urusan logis-nya tentang
kenyataan., Tangan-tangan bertepuk menyulap kita ke ruang pameran, astaga!!!! Keindahan
hati manusia terlukis disini... satu lukisan sejuta cerita, menaungi ketulusan
dan keajaiban. Dimana langkah beta akan mengalir, keringat-keringat dan
ekspresi dalam koridor yang berisi darah dan salju, kita akan bersandiwara
menjadi lakon dan musuh, sampai titik-titik DNA kita tersebar dalam
pamplet-pamplet dan mural di tepian tembok kota, segala-galanya adalah
keindahan yang luar biasa.
Waktu-waktu
kita berdomisili dan tersebar. Lalu kita dipertemukan Tuhan, kita berkumkumpul
bersama, berbincang-bincang tentang cinta,
kita tertawa dan terharu, mengenang
tahun-tahun awal di kota ini. Dan kita saling merenungi “ masih layak-kah kita
disebut mahasiswa, dengan dengan wajah yang seperti ini?”
Namun, ini
yang akan kami sampaikan keada orang tua, dan saudara-saudara di kampung,
pembelajaran kami setiap hari, setiap yang yang di depan mata kita, materi-materi
kita adalah keberadaan udara, kita juga mengalami pengenalan, kesibukan,
kegoyahan, dan perenungan, untuk tetap belajar dan melanjutkan perjalanan
hidup, mungkin nama mahasiswa kami akan berevolusi menjadi merek-merek kaos dan
stempel album. Kami sangat merindukan ayah-bunda, membayangkan masa depan yang
gemilang, dan menelusuri seluk beluk pemberitaan koran dan televisi. Kami
selalu berusaha untuk membahagiakan. karena Yogyakarta-lah yang turut serta berpengaruh terhadap pembentukan
karakter kita.
Bukan tentang kesalahan, karena
takdir telah tersebab. Terima kasih segala-gala-nya...... Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar