Jumat, 08 September 2017

Seniman Luntang-Lantung



Tahun 1862 menandai kebangkitan Manet sebagai seorang pelukis. Pada tahun itu, kematian ayahnya meninggalkan cukup banyak warisan yang mampu menyokong kebutuhannya. Sebab karyanya yang terjual di tahun-tahun itu relatif sedikit. Kekayaannya mendukung si Pelukis untuk lebih bebas dalam membuat karya.

Manet selalu terlihat seperti gelandangan yang keren, sosok elegan, santai, namun pengamat yang jeli atas jalanan dan taman-taman di sepanjang kota Paris. Hasil pengamatannya yang tajam terhadap kehidupan perkotaan mengantarnya untuk melukis “Music in the Tuileries Gardens”, 1862, yang sering dianggap sebagai lukisan modern pertama.

Manet tinggal di Areal seputaran Cafe


Menginjak tahun 1862, Manet terbiasa dengan rutinitas makan siang di cafe Tortoni dekat studionya, kemudian berjalan-jalan ke Tuileries Gardens, seringkali bersama Baudelaire, di mana ia menggambar sekelompok orang yang ada di bawah pohon. Ia menggambar teman-temannya dan orang-orang menarik lainnya, juga konser sore hari di taman Tuileries yang menggambarkan modisnya Paris – secara sekilas dan sambil lalu, seolah-olah seperti yang tertangkap kamera, penemuan baru yang cukup menganggu keberadaan lukisan. 
Sering dianggap sebagai penanda lahirnya seni kontemporer, karya ini memadukan potret suasana kehidupan urban, dengan tetap menghormati pelukis-pelukis terdahulu. Detil ini menunjukkan sosok bertudung Madame Offenbach, istri dari komposer operet.


Lukisan Manet, “Music in the Tuileries Gardens” memadukan beberapa kecenderungan aspek seni berbeda yang saat itu menarik perhatiannya sebagai seorang seniman: seni memotret, kehidupan urban, suasana di tempat terbuka, sebuah kesadaran bahwa gambar itu benar-benar cerdas – Manet menerima kenyataan yang menggelisahkan. Menanggapi respon atas karya tersebut, ia dengan cekatan membuat formula dengan cara mengambil gaya para oldmaster sebagai bentuk penghargaan kepada pelukis generasi pendahulu. Tigabelas sosok segera dapat dikenali melalui topi-topi dan crinolines. Di antara mereka ada Baudelaire digambar dalam sosok lesu, komposer operet Jacques Offenbach, kritikus Theophile Gautier dan Champfleury; penyair dan kritikus Zacharie Astruc; Madame Lejosne yang sedang duduk; dan disampingnya bertudung Madame Offenbach, istri sang komposer.

Gaya Model Spanyol
Semacam Tribute Velazquez

 
Ketika Music in the Tuileries Garden mengagetkan hampir sebagian warga Paris sebagai sesuatu revolusioner dan berbahaya, dalam karya tersebut Manet masih mengulik kembali para pelukis ulung sebelumnya. Banyak sosok yang terlihat secara acak yang menginspirasi Manet untuk menyalin karya-karya sebelum dijadikan karya Etsa (lihat The Little Cavaliers). Berangkat dari lukisan abad 17, memperlihatkan sekelompok pria elegan sedang ngobrol satu sama lain, yang lalu banyak publik salah kaprah mengira karya tersebut milik Velazquez. 

Tidak Sepenuhnya Diterima





Lukisan itu, ketika dipamerkan di Galeri Martineau pada april 1863, hampir saja dicaci maki. Bahkan salah seorang pengunjung mengancam akan merusak kanvas jika karya itu tetap dipajang.
Reaksi kasar seperti itu jika terjadi sekarang ini memang terlihat aneh, tapi usaha Manet setiap harinya sama seriusnya dengan mereka yang membuat lukisan mitos atau sejarah,  lekas saja mengganggu publik yang kadung terbiasa dengan karya-karya yang menggambarkan cerita-cerita kuno. Hanya di Cafe Tortoni, di mana teman-teman memuji karya-karyanya yang diedarkan dari tangan ke tangan, mereka cukup mengagumi karya Manet. Di tahun 1862, Manet menjadi pendiri sekaligus anggota Societe des Aquafortistes (komunitas etsa) bersama Fantin-Latour dan seniman lainnya. Seringkali karya grafis mereka diambil dari lukisan yang sebelumnya mereka buat, mereka menggunakan aquatint untuk membuat efek tonal dan kedalaman goresannya. 

Baudelaire: Penyair, Kritikus, Nabi
Manet bertemu Baudelaire, penyair dan kritikus visioner sekitar tahun 1858 dan dengan segera mereka menjadi teman dekat. Manet menerima saran sang penyair untuk menggambar kehidupan urban, bukan legenda atau sejarah. Foto ini menunjukan, Baudelaire terlihat tegang, diambil  tidak lama sebelum ia meninggalkan Paris untuk pergi ke Brussel.



Baudelaire 1861-67, bertemu dengan Manet pada tahun 1858, adalah teman dekat sang seniman dan barangkali laki-laki paling jenaka di Paris. Sebelas tahun lebih tua dari Manet. Dia sudah lebih dulu terkenal berkat puisinya “Les Fleurs du mal” (bunga kejahatan), yang sempat dicekal karena tidak senonoh. Dia menemukan inspirasi di jalan-jalan, di selokan-selokan yang sama banyaknya dengan gemerlap kehidupan masyarakat kelas atas Paris. Manet mengikuti atmosfer karyanya. Puisi Baudelaire juga sebuah krutik seni yang cerdas nan tajam. Menginspirasi sang seniman untuk mendedikasikan sisa hidupnya sebagai pelukis kehidupan urban.  “Mantel hitam dan ujung mantel bak ekor, bukan hanya cantik secara politis tapi juga puitis,...mengekspresikan jiwa khalayak” tulisnya. Manet begitu menyanjung sang penyair sebagai role model, meski Baudelaire hanya memuji beberapa karyanya, behkan terlihat seperti enggan. Sebagai imbalannya, melukis istri Penyair, Nyonya Jeanne Duval. Tetapi Baudelaire justru memilih Constatin Guys, seorang seniman kecil, sebagai gambaran ideal ‘pelukis kehidupan modern’. Lalu, ketika Manet mencari Baudelaire paska lukisannya Olympia yang menggegerkan, ia mendapatinyaa sudah dalam keadaan tiada. Manet merupakan salah seorang yang kerap menengok Baudelaire ketika sang penyair mengalami sakit keras di tahun 1867. Kata-kata terakhir Baudelaire “Manet, Manet!”seolah menjadi sebuah penebusannya karena telah mengabaikan temannya.

1 komentar: