Rabu, 08 Agustus 2018

SURVIVE! Attack 2018


Nyala Api dari Garasi



Sebuah garasi, yang relatif sempit dan sederhana, bagi sebagian orang adalah sebuah harapan. Beberapa orang di garasi itu percaya bahwa mereka mampu bertahan dan mandiri secara bersama-sama. Ruang garasi tersebut juga telah jadi milik semua orang, menjadi ruang hidup bersama, bagi siapapun yang memuliakan kerja, percaya pada perdamaian, juga menghormati hak asasi setiap manusia. Barangkali sejak 2009, garasi yang pernah berlokasi di Jalan Bugisan Selatan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, adalah yang paling sibuk. Lokasi garasi telah menjadi medan parkir berbagai peristiwa, dari pertemuan, pameran, pertunjukan, presentasi, diskusi, loka karya, kelas ... hingga yang tak pernah diduga, situs ini menjadi saksi atas aksi pembubaran oleh massa intoleran, yang justru malah menjadikan para penghuni lebih memahami arti di balik nama ruang bersamanya itu; “SURVIVE! Garage”.

Pada 2016, mereka musti sadar bahwa garasi bukan lagi miliknya, bahwa mereka sejatinya tak pernah punya garasi, apalagi isinya. Melainkan garasinya telah berubah menjadi spirit, menjadi api dalam genggaman, maka api harus tetap dijaga, “keep the fire on!” SURVIVE! Garage kini telah menjadi rumah yang lebih memadai di jalan Nitiprayan, Kasihan, Bantul, esok mungkin jadi gedung, galeri, atau mungkin kebun, bisa juga sawah dan tanah lapang... yang entah dimana. Ruang atau rumah seperti halnya tanda tangan pelukis Nashar, ia bisa di kanvas, di ruang pamer, di catatan harian, atau di kepalanya sendiri. Pun demikian sebuah garasi bagi keluarga SURVIVE!, mestinya terdapat juga di hati masing-masing anggota, untuk meletakkan makna-makna kekeluargaan, kemandirian, bahkan perlawanan.

Lalu, apa yang menjadi visi besar SURVIVE! Garage, setelah setidaknya mereka mampu bertahan hingga hari ini, mungkin juga 10 tahun nanti. Mengingat hari ini ia menyambut jadi medan, mampu menarik massa dan punya kekuatan. Dan, untuk apa kekuatan itu. Mengapa harus bertahan, mengapa bukan berhasil. SURVIVE! Garage sadar bahwa bertahan lebih mengacu pada sebuah proses, bahwa setiap upaya bertahan telah menunjukan keberhasilannya. Sementara berhasil lebih fokus pada target, identik dengan pencapaian, angka-angka atau yang lebih bersifat material, sebab berhasil berarti mati api. SURVIVE! Ingin selalu berfungsi sebagai laboratorium terbuka, bagi mereka yang kesulitan mendapat tempat, mereka yang kurang dianggap, yang terkucil bahkan tertolak. SURVIVE! yakin akan sebuah alternatif lewat kemampuan masing-masing orang, terkhusus anak muda juga anak baru, merekalah yang patut didukung, diajak berpikir dan bekerja sama, bukan mencekoki ataupun menyuruh.

Keberhasilan mungkin tak terhitung jumlahnya dalam tiap usaha bertahan, bertahan juga bukan berarti tidak menyerang,  itu mengapa “SURVIVE! Attack” hadir. SURVIVE! Attack memasuki babak ketiga sebagai reportase dan komunikasi dari proses dan dukungan antar seniman SURVIVE! yang cukup intens selama beberapa tahun terakhir. Mewarisi platform sebelumnya, lewat kerja kolaboratif, pada satu kesempatan bekerja sama dengan Bentara Budaya Yogyakarta, ruang seni yang turut mengabdi pada kemanusiaan. Berbeda dengan sebelumnya, sebuah pameran menjadi kolaborasi antar ruang dengan ruang.

Ada karya lukis, cetak, dan tempelan dari tangan-tangan yang menjadi wadah gundah, dari jari-jari yang kerap digenggam para korban ketidakadilan, juga telunjuk yang kerap tergetar ketika hendak menuliskan rasa keberpihakan dalam sebuah layar. Pada malam hari, ketika pameran usai, lampu galeri dimatikan, karya-karya itu menyala, menerangi Jogja, memberi ketabahan bagi yang merasa kesepian, memberi rasa yakin pada mereka yang sedang bertahan.

Huhum Hambilly
Sleman,4:58, 30 Juli 2018
*) Artikel ini dimuat sebagai pengantar pameran Survive Attack 2018 di Bentara Budaya

Persiapan Pameran




Ruang Pameran di Bentara Budaya






















Pembukaan Pameran

























 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar